Pigai menyebut, langkah tersebut merupakan terobosan besar dan belum pernah dilakukan negara lain.
“Kami baru pertama yang mengkaitkan antara korupsi dan HAM. Mudah-mudahan kalau DPR menyetujui pasal ini, maka Indonesia adalah negara pertama yang menghubungkan korupsi dan HAM,” ujar Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Pigai menjelaskan bahwa klausul baru tentang hubungan antara korupsi dan HAM telah tercantum dalam draf revisi undang-undang versi pemerintah. Saat ini, dokumen tersebut tinggal menunggu pembahasan bersama DPR.
“Pasalnya sudah ada, tinggal kami serahkan ke DPR,” katanya.
Ia menambahkan bahwa undang-undang hanya berperan sebagai payung norma. Rincian penerapannya akan diatur melalui peraturan pelaksana setelah revisi disahkan.
“Undang-undang kan hanya mengatur gambaran besar norma. Untuk detailnya nanti dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan pelaksana,” jelas Pigai.
Menurut Pigai, tidak semua tindak korupsi otomatis dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Hanya korupsi yang menyebabkan penderitaan langsung atau bahkan hilangnya nyawa manusia yang akan termasuk kategori tersebut.
“Kalau korupsi menyebabkan orang lain menderita secara langsung, bahkan sampai kehilangan nyawa, itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa korupsi yang timbul akibat kebijakan administratif atau urusan bisnis tidak masuk dalam kategori itu.
“Tapi kalau misalnya korupsi karena kebijakan, atau karena urusan bisnis dan lain-lain, tidak. Yang tadi itu, yang emergensi, yang kalau korupsi menyebabkan orang lain menderita secara langsung,” tegasnya.
Pigai menuturkan bahwa penyusunan klausul tersebut telah melalui diskusi mendalam bersama para akademisi, ahli HAM, serta pakar hukum korupsi.
“Ini sudah kita diskusikan dengan para ahli HAM dan korupsi. Kita kombinasikan, dan ini pertama dalam sejarah dunia,” tuturnya.
Ia menilai, pengakuan korupsi sebagai pelanggaran HAM akan memperkuat akuntabilitas moral dan hukum terhadap pelaku tindak korupsi, terutama yang menimbulkan dampak luas terhadap hak hidup masyarakat.
Kebijakan ini disebut sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan penguatan sistem hukum nasional dan pemberantasan korupsi secara berkeadilan sosial. Dengan memasukkan korupsi ke dalam kategori pelanggaran HAM, pemerintah berharap dapat membangun efek jera yang lebih kuat serta mendorong pengawasan publik terhadap penyalahgunaan kekuasaan.